Huruf Terakhir*
Fadila F. Armadita
Baru beberapa detik Sosok itu, Ry, pergi bahkan punggungnyapun masih bisa aku lihat, benda kecil bernama HP milikku bergetar. Segera aku meraihnya, secarik pesan dari Dia.
“Malam penulis apa kabar?”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
22:45:23
20-01-05
Aku hanya tersenyum melihat pesan dari Osh. Ia teman seperjuanganku. Aku masih ragu membalas pesan darinya. Ku timang benda kecil itu sekali lagi pesan dari Osh kubaca, kemudian mengulanginya sekali lagi. Singkat memang pesannya tapi Aku merasakan banyak sekali makna tersimpan di sana, entah apa itu! Sadar atau tidak aku memencet tombol replay dengan lincah jemari ku menulis balasan untuknya.
“Malam juga demonstran! Kabar baik. Kemana aja gak pernah nongol, sibuk ngurus rakyat terus ya?! He……8x”
“Message sent” demikian tulisan yang kemudian muncul di layar Hpku.
Pikiranku melayang, akhirnya menangkap sosok Ry, Adam yang belum lama aku kenal. Ry, memang berbeda, aku mengakuinya. Mungkin diantara sekian banyak teman laki-lakiku, Ry agak sedikit lain. Baik dan unik, demikian komentar singkatku pada Ry. Sering dia membawakan cerita-cerita baru tentang dirinya, cukup menarik kisah hidupnya, berpindah dari satu komunitas ke komunitas lain “Mencari identitas diri,”Ry coba berkilah ketika aku bertanya mengapa Ia kerap berpindah komunitas.
Lamunanku akan Ry tersentak, ketika HPku kembali bergetar. Lagi-lagi Osh, siapa lagi.
“Dasar penulis bisa aja! Kabar baik non, kangen nich sama bualanmu.Kapan majalah terbit? Aku tunggu launchingnya!”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
22:50:23
20-01-05
Aku tersenyum, Osh, dia tak pernah berubah. Aku dan Osh kerap bercerita tentang apa saja yang menarik buat kami, maka Ia kerap menjuluki ‘pembual’. Bualan kami berkisah tentang apa saja, mulai dunia yang kami geluti bersama sampai bicara tentang hati kami masing-masing. Terlebih ketika Dia mendekati seorang Hawa, dia banyak berkisah padaku tentang hatinya saat itu. Ah, Osh, teman baikku.
Aku tak membalas pesannya lagi capek. Lagi pula mata ini tak lagi bisa diajak kompromi. Akhirnya aku turut larut dalam kelamnya malam. Tiba-tiba aku terjaga. Bukan mimpi buruk yang menyebabkannya. Tapi Ry, yang tiba-tiba saja muncul dalam pikiranku, datang begitu saja tanpa diduga. Baru sekali ini aku memimpikannya, “Gusti mengapa ia masuk dalam bunga tidurku?”bisikku lirih dalam hati. Dalam mimpi Ry tak berkata sepatahpun, Ia hanya tersenyum padaku matanya yang tajam menatapku begitu dalam, seolah ingin menelusuri relung jiwaku kemudian memecahkan misteri di dalamnya.
“Ah, itu hanya kembang tidur saja!”kalimat itu terlintas begitu saja dalam pikiranku. Kemudian aku mencoba untuk kembali ke peraduan, namun sulit sekali aku memejamkan mata-tanpa aku tahu sebabnya-. Akhirnya aku beranjak dari peraduanku, kunyalakan komputer, juga sebatang rokok putih. Aku coba untuk berkata-kata. Aneh! Tak biasanya kata-kata itu tak muncul! Kata-kata yang selalu mendatangkan hoki bagiku, makanya Aku sangat mencintai kata.
HPku bergetar, bukan ada pesan masuk kali ini, tapi ada yang memanggil. Ry, demikian tulisan yang muncul di layar HP. Aku agak terkejut “Tumben, nggak biasanya,”aku berkata lirih dalam batin. Agak lama tiba-tiba saja benda kecil itu berhenti berbunyi, “Cuma miscall,”gumamku. Baru aku letakkan, sekali lagi benda itu berbunyi, lagi-lagi Ry,
Dan lagi-lagi HP itu berhenti berdering ketika aku akan beranjak mengangkat. “Dasar iseng!”aku mengumpat lirih.
Aku coba tumpahkan konsentrasiku ke layar berukuran 14 inch. Sembari mataku menatapnya lekat, jemariku lincah menari di atas keyboard, dan otakku bekerja mencari kemudian menyusun diksi.
Sunyi….
Sunyi masih saja jadi milikku
Ingin ku berbagi sunyi
Ingin aku melepas sunyi
Dengan siapa kapan saja
Sunyi,
Aku ingin seorang datang
untuk memecah sunyi
Sampai hancur, lebur
Jadi serpihan kesunyian
Hingga aku tak bisa menyusunnya lagi
Kertas puttih, 200105
Hpku lagi-lagi bergetar, ada pesan masuk,
“Neng, Tolong edit cerpenku donk, kamukan anak sastra”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
03:10:23
21-01-05
“Wah, menghina! Aku masih jadi cerpenis kamar, belum bisa menandingi Seno! Besok kalau aku sudah jadi sastrawan sekaliber Seno aku mau edit cerpen kamu”Aku menulis sekalimat balasan untuk Osh. Send aku kirim pesan untuknya.
Kemudian mataku kembali terpaku pada layar 14 inch itu. Menanti balasan dari Osh, mungkin. Dugaanku tidak meleset, kembali pesan Osh masuk.
“Kok malah kamu yang jadi nggak pe-de! Bukannya kemarin kamu yang ajari aku pe-de, itu yang aku kagumi dari kamu, Dhy, selalu optimis ”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
03:23:23
21-01-05
Aku tersenyum membaca balasan dari Osh. Dengan lincah kembali jemari ini memencet tombol HP, membalas pesan Osh.
“Oke dech Kakak! Main saja ke kost aku tunggu kamu! Btw, thanks pujiannya! Btw lagi, mau alih profesi ya? Udah bosen di jalan, kok putar haluan jadi cerpenis?”
“Message sent!”
Tak lama masuk sebuah pesan, lagi-lagi Osh, aku mengira-ira. Tepat, pesan Osh memang masuk!
“Yup, tunggu aku di kostmu! Sesekali nggak apakan tulis cerpen, aku ingin jadi Seno! ”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
03:27:23
21-01-05
Osh! Sosok itu, masih seperti yang dulu, selalu ingin menyamai apa yang aku suka. Biar saja, mungkin Osh sedang ingin mencoba jadi sastrawan. Mungkin akan setara dengan Seno Gumira Ajidarma, cerpenis yang aku kagumi. Dan Osh tahu itu.
Pagi mulai menjelang, matahari kemerahan di langit sana. Ada sepi yang terbit di hati. Aku belum memejamkan mata lagi, entah beberapa putung rokok putih ku hisap sudah, setidaknya itu bisa mengeluarkan apa yang ada dalam hati ini. Tapi, aku masih saja kesepian, sunyi itu belum pecah, seperti pada sajakku. Pelan ada yang mengetuk pintu kamar kostku. Meski setengah terkejut, aku bergegas menuju pintu dan membukanya. Ry, sosok itu, manusia yang terakhir kali kulihat sebelum aku menutup pintu kamar kostku semalam, dan ketika aku pagi hari aku membukanya Ry, sosok itu sudah ada di depan mata. Bibirnya menyungging seulas senyum, barangkali itu adalah senyum termanis yang dimilikinya pagi ini. Dan aku pun membalas seulas senyum itu dengan senyum termanis yang kumiliki pagi itu.
“Pagi penulis, aku bawakan sarapan untukmu,”Ia menyapaku riang, kakinya melangkah masuk ke kamar, tanpa kupersilakan. Biar saja. “Dari mana kamu, Ry?”aku mencoba berbasa-basi, tanganku memberesi kertas-kertas yang berserakan, membuang putung rokok lengkap beserta abunya juga kusingkirkan obat penenang yang belum sempat kutenggak semalam. “Dari tukang bubur ayam ujung jalan sana,”Ia menjawab tenang. “Thanks, Ry, kamu sudah repot-repot membawakanku sarapan.” Ry hanya tersenyum, inilah senyum kedua Ry pagi ini. Kata beberapa kawan dekatku, Ry adalah sosok yang misterius. Sulit ditebak jalan pikirannya. Akupun sedang mencoba meraba ujaran mereka. Pelan kurasa ada yang mengusikku. Tatapan mata Ry, begitu tajam mata itu menatap. Sama seperti dalam mimpiku semalam, seolah ia ingin menelusuri sisi jiwaku barangkali juga ingin memecahkan misteri yang ada.
Pelan aku menyendok bubur ayam itu ke dalam mulutku. Jujur aku lapar sebab sejak semalam perutku belum kemasukan apa-apa. Hanya air putih dan segelas kopi yang mengisi perutku. “Dhy…”Ry menyapaku pelan. Aku mendongakkan wajah kearah Ry, lagi-lagi aku harus beradu pandang dengannya. Jujur aku enggan, sudah kukatakan aku tak kuasa membalas tatapannya. Ada sesuatu yang berbeda tatkala sepasang indera penglihatan itu menatap. Aku segera menyahut sapaan Ry di detik kemudian, aku takut jika Ry tahu kebimbanganku.
“Ada apa Ry?” Ia hanya diam, tapi matanya tak pernah berhenti menatapku, dengan tatapan yang itu-itu saja. Dan masih saja sama seperti kemarin. “Ry, kok malah bengong?”aku mencoba menyadarkan Ry dari lamunan aku tahu dia melamun, entah apa yang ia pikirkan aku malas untuk menerkanya. “Gak ada apa-apa Dhy, aku Cuma ingin menyapamu saja,”jawaban Ry terkesan dibuat-buat, itu yang aku tangkap. “Dhy, aku pulang,”Ry tiba-tiba saja berucap demikian. Aku kaget, dan tanpa menunggu jawabanku dia beranjak meninggalkanku. Heran, apa yang ada dalam pikiran, Ry, Sosok itu.
Hpku bergetar;
“Maaf Dhy, aku hanya mencoba untuk jujur, AKU MENCINTAIMU!! ”
Sender:
Ry
08156798421
Sent:
07:24:23
22-01-05
Aku terkejut, dan mencoba membaca sekali lagi pesan yang masuk. “Gusti….. apa ini?”aku mendesis dalam batin. Ry, sosok itu, tak pernah aku menduga sebelumnya.
“Bodoh kau! Itu makna dari tatapan matanya selama ini!”sebuah suara tiba-tiba saja berkoar tapat ditelingaku.
“Bukan! Bukan Ry yang aku cari, memang selama ini aku mencari tapi bukan Ry!”dalam batin aku membalas ucapan, entah, suara itu.
“Ha….ha……ha…….dasar manusia bodoh! Tak bisakah kau baca gerak-geriknya selama ini? Kau mahir dalam berimajinasi dengan hati tokoh khayalanmu, tapi kau tak mampu menerjemahkan hatimu sendiri!”lagi-lagi suara itu yang kudengar, entah milik siapa!
Pesan Ry, tak kubalas, ku biarkan Ry, memanggil-manggil lewat panggilan, aku tak peduli. Di detik lain aku putuskan untuk menjawab pesan Ry, agak bimbang aku memencet tombol Hpku, tapi aku harus bisa, kalau dia jujur akupun demikian.
“Maaf Ry……….”hanya itu yang bisa aku tulis. Sebab aku tak kuasa menjawab pesannya itu.
Dan setelah itu tak pernah lagi kudengar kabar dari Ry, pun hari-hari berikutnya kabar itu tak pernah datang.
“Kamu memang layak untuk dicinta, Dhy,”ujar Ray, kawan baikku-sahabat Osh juga, ketika aku menceritakan ini padanya. Aku tersentak, kemudian Ia menyambung kembali kalimatnya,’’Tak salah kiranya jika Ry memilih, demikian pula dengan…..”belum sempat Ray meneruskan kalimatnya, aku keburu memotong, “dengan siapa Ray?” Ia tergagap, “Dengan Osh, dia menaruh hati sejak awal perkenalan kalian, tiga tahun yang lalu,”pelan tapi tegas Ray ucapkan kata-kata itu. “Duh gusti….. apa lagi ini?”batinku berbisik. Seolah mendengar bisikanku Ray menimpal,”Dia tak pernah katakan ini pada siapapun Dhy, hanya padaku dia katakan ini dan kuharap jangan pernah berubah sikap padanya,”Aku mengangguk. Aku mencoba untuk pastikan hatiku sendiri. “Ray, aku bimbang” Ray tersenyum, digenggamnya tanganku dan ia bertutur,”Apapun keputusanmu aku yakin kamu pasti bisa memilih yang terbaik,”aku tersenyum, Ah Ray, kawan baikku.
*****
Dua hari aku tak pergi kemanapun, hanya ada dalam kamar entah berapa bungkus rokok kuhabiskan sudah, berapa butir pil penenang kutenggak habis. Pesan dri Osh-pun hanya sempat kubaca tanpa pernah kubalas.
“Dhy, sudah terima cerpenku? Baca ya, sudah pantas belum aku jadi Seno?”
Sender:
Osh
081578752208
Sent:
06:05:29
25-01-05
Yach, cerpen Osh memang sudah kuterima, via pos, kilat khusus pula! Tapi aku belum menyentuhnya. Bukan aku tak mau menuruti pintanya, aku hanya belum sanggup saja. Aku perlu menata hati.
Hari ketiga aku bercokol dalam kamar, aku sudah ada keputusan, seperti kata Ray apapun keputusanku itu adalah yang terbaik setidaknya buat diriku sendiri.
Matahari belum terlihat di ufuk timur, aku sudah berkemas. Sebelum meninggalkan pondokanku aku mengamatinya seksama. Terlalu banyak yang aku kenang di sini, obrolan dengan Ry sampai larut, atau diskusi bareng Ray dan Osh sampai pagi.
Aku pergi, tak ada yang mengantar tak ada tangisan perpisahan. Aku biarkan kakiku melangkah ditelan dingin pagi, hanya tetes embun yang mengantarkan langkahku pagi itu.
Stasiun Lempuyangan, sudah lumayan banyak yang hadir di sana hanya. Bakul nasi bungkus adalah orang yang menyapaku pertama kali ketika kakiku beranjak memasuki stasiun, “Nasi bungkus Mbak, masih hangat dua ribu,”dia menawarkan dagangannya padaku. Aku hanya tersenyum kemudian meneruskan langkah menuju loket.
Sembari menunggu kereta datang satu jam lagi, perutku lapar, yah memang sudah tiga hari ini aku makan tak teratur. Mataku mencari bakul nasi bungkus tadi. Ah itu dia di depan wartel, aku hampiri dia dari dekat jelas aku lihat garis-garis kerentaan pada wajahnya, tapi masih tersirat garis kecantikan, “Pasti waktu muda dia cantik.”Aku menduga dalam hati.
****
Kereta berangkat ke arah timur kota Yogya dan aku sudah ada di dalamnya. Sendiri, aku meraih ponselku, lincah jemari ini menari di atas tombol menulis secarik pesan,
“Ray aku pergi sampaikan salamku pada Ry dan Osh. Maaf jika aku tak bisa penuhi pintamu,”
Kukirim pesan itu pada Ray, hanya dia orang yang aku percaya saat ini. Setelah itu simcard yang ada dalam ponsel aku lepas kemudian ku lempar dia keluar, terbng tertiup angin ia jadinya.
Aku memang ingin memecah sunyi, dengan siapun, asal dia bisa membantuku untuk menemukan huruf terakhir kisah hidupku.
Yogya,2005
1 comment:
ini cerpen apa kisah hidup? apa kisah hidup yang dicerpenkan, Dit? Bingung aku....
aku malah telat numpak kereto, pas berjalan ke barat
lihat profil kita--cowok-cowok keren--disini
Post a Comment