Monday, July 21, 2008

Bermula Dari Bungkus Rokok

''Rokok tidak hanya menyebabkan kanker, impotensi, atau
gangguan janting. Rokok bisa juga melahirkan penulis hebat. Bagaimana
bisa?''


Dia belajar mengeja dari bungkus rokok. Ya, penulis cilik asal Jogjakarta ini mulai gadrung akan buku sejak usia tiga tahun. Kala itu dia masih tinggal di pelosok Banyuwangi bersama nenek dan kakeknya. Satu kali seminggu Nur Hilawah, sang ibu, datang menengok putra pertamanya itu. Ahmad Ataka Awwalurizqi. Demikian kedua orangtuanya nama. ''Ataka artinya telah datang padaku,'' tutur Ataka menjelaskan arti namanya.

Sang Ibu sadar bahwa dirinya tidak bisa memberi banyak waktu pada Aka-panggilan akrab Ataka-. Kala itu Nur Hilawah sedang menyelesaikan kuliahnya di jurusan Pendidikan Bahasa Perancis. Setiap kali pulang dia selalu membawakan putranya oleh-oleh. Bukan makanan atau mainan, melainkan buku. Ya dari situlah Ataka mulai mencintai pustaka. Usia dua tahun Ataka disuguhi buku-buku bergambar. Tak heran setiap akhir pekan dia selalu manantikan kehadiran Mimi, panggilan Aka pada Ibunya, untuk membacakan cerita.

Menjelang tidur Ataka selalu minta dibacakan cerita. Bahkan ketika tidur siang. Tak jarang dia mengaku sudah mengantuk agar bisa dibacakan cerita. Tetapi Ataka mengenal huruf dari sebungkus rokok. Ya, sang nenek membuka warung kecil di kediamannya. Atak kecil sering ikut sang nenek di warung. Dari situlah dia banyak belajar huruf. Mengeja huruf yang tertera di sebungkus rokok.
Ataka pun semakin gandrung akan buku. Dia selalu meminta buku terbaru kepada kedua orangtuanya sebagai oleh-oleh. Dari buku bergambar beranjak ke buku cerita. Ketika Ataka duduk di bangku sekolah dasar dia mulai disuguhi buku petualangan dan seri tokoh dunia. Kelas empat sang ayah memberinya hadiah buku bergenre fiksi fantasi berjudul Harry Potter. Tak sangka Aka begitu menyukainya. Dan setip terbitan Harry Potter terbaru Taufiqurrahman, sang ayah, membelikannya. Bukan hanya Harry Potter tapi juga buku fantasi semacam Lord of The Ring juga dituntaskannya.

Kelas Lima, Ataka tengah mengikuti ujian catur wulan. Dia telah usai megerjakan soal ujian. Tetapi dia tak bisa beranjak dari bangku. Takut menganggu peserta lain. Akhirnya Ataka memutuskan untuk mencorat-coret. ''Aku nggak bisa nggambar, akhirnya ya nulis aja,'' ujar kakak dari Atya Sarah Faudina ini. Dari situlah Ataka mulai mengembangkan imajinasinya. Dia menulis dari apa yang telah dibacanya. Ataka menulis di sobekan buku tulis, dia belum bisa mengoperasikan komputer. Di sinilah Aka mulai menulis, menulis, dan menulis.

Lulus sd, kedua orang tua Aka mengajaknya hijrah ke Jogja. Aka mengaku sangat gembira. Pasalnya dia bisa berburu buku-buku terbaru. Di sisi lain dia sedih harus meninggalkan kakek dan nenek yang telah membesarkannya. Ataka berhasil menjadi siswa SMP favorit di kota Jogja. SMP N 5 Jogjakarta.

Ketika beberes kamar Aka, tanpa sengaja Nur Hilawah menemukan gulungan kertas milik Aka. Dia berpikir untuk apa putra pertamanya itu menyimpan kertas yang sudah jelek itu. Hilawah membaca sekilas, dia berpikir itu adalah rangkuman buku yang usai dibaca Aka. Dia nyaris membuang gulungan kertas itu. Tapi niat tersebut diurungkannya. ibu tiga anak ini menyisihkannya ke dalam sebuah kardus. ''Nanti kalau Aka mencari,'' pikirnya ketika itu.

Betul dugaan Hilawah. Ataka kehilangan benda yang baginya sangat berharga itu. Aka meminta dan menyimpannya kembali. Hilawah heran, dia bertanya untuk apa Aka menyimpan, toh dia sudah punya bukunya. Ataka mengelak dia tak memberikan alasan. Ketika Aka tertidur, Hilawah mencoba membuka buku koleksi Ataka dan membacanya. Ya, tulisan dalam gulungan kertas itu memang bukan rangkuman tetapi tulisan orisinil putra pertamanya. Sejak saat itulah dia mulai tahu bakat Aka.

Ataka mulai dikenalkan dengan seorang sastrawan muda M. Fais Ahsoul. Dari saran Faislah Ataka mulai memindahkan cerita. Dari gulungan kertas yang diikat dengan karet gelang itu ke komputer. Cerita yang ditulis Aka semakin berkembang. Pengalamannya semasa di Banyuwangi tak pelak menjadi inspirasi baginya. Situasi desa tempat tinggalnya menjadi setting awal dalam novel perdananya Misteri Pedang Skinheald I. Sebelum menulis Ataka menyiapkan kerangka terlebih dahulu. Tak tanggung-tanggung. Dia menyiapkan trilogi untuk novelnya ini. Berbagai referansi dia pakai untuk memperkuat alur ceritanya. Mulai dari buku pintar sampai ensiklopedi. Beberap bagian dari novelnya diakui oleh Aka memang terinspirasi dari buku lain. Salah satunya Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Ataka juga terinspirasi dari penulis tetralogi Pulau Buru ini.

Ya, Ataka adalah satu contoh anak Indonesia yang kaya akan imajinasi dan kreativitas. Dia bukan saja pintar dalam menulis. Kejuaraan olimpiade Fisika pun dia ikuti semasa SMP. Meski tak membawa emas, dia mempersembahkan perak untuk Jogjakarta.

Jika melihat sosoknya tentu tak akan percaya. Bahwa sosok mungil ini memiliki segudang prestasi. Gaya bahasanya masih lugu khas anak-anak. Logat Jawa Timuran masih melekat kental pada diri Aka. Meski demikian Aka adalah figur bagi kedua adiknya. Layaknya remaja seusia Aka dia menyukai permainan game dan film. Di hari libur dia bisa menghabiskan enam film sekaligus. Tiga hal yang tak bisa lekang dari proses kreatif Aka: buku, film, dan game.

24 Juli nanti Ataka genap berusia 16 tahun. Saya ingin ucapkan selamat hari lahir untuk Ataka. Terus berkarya untuk Ataka, meski pada nukilan tayangan Kick Andy beberapa waktu lalu dia mengatakan bahwa penulis bukanlah cita-citanya. Terimakasih pula untuk Ataka, yang bersedia saya rusuhi hampir satu tahun. Dialah yang telah mengantar saya ke gerbang sarjana. Kata seorang senior saya di pers kampus,'' Seorang anak kecil mengantarkanmu jadi sarjana.''

Ataka berulang tahun tepat sehari setelah hari anak nasional, yang jatuh pada 23 Juli. Lewat momen ini semoga akan lahir Ataka-ataka lain. Kelak anak bangsa tak lagi rabun akan buku. Selamat Hari Lahir Ataka! dan Selamat Hari Anak Nasional!


















1 comment:

jalan-setapak said...

wah... wah... skripsinya dikeluarin lagi nih...